(03 juni 1937-03 juli 2009) tulisan ini dibuat dengan penuh dukacita, malu dan rasa bersalah. juga dengan huruf kecil semua. pertanda merasa betapa kecil bahkan tiada berartinya diri ini dibanding dia, yang telah pergi.
om mansen purba sh. budayawan simalungun. tokoh politik, tokoh gereja, pembawa bendera keluarga tetapi yang terutama guru. guru 'marsimalungun.' guru yang tekun dan tak bosan-bosannya mengingatkan bahwa 'ahap' atau rasa menjadi simalungun lah fundasi dari keberadaan simalungun. mungkin seperti rasa yang juga menjadi dasar bagi jutaan penduduk indonesia merasa sebagai bangsa indonesia. seperti rasa yang dulu disiram dan dipupuk oleh para pendiri bangsa.
dulu ketika blog ini dibuat, om mansen lah yang paling pertama memberi komentar. dia yang paling rajin mengirimkan sms, memberi saran dan kritik atas tampilan blog yang saya kerjakan sekadar sebagai hobi belaka. ketika soeharto berpulang, ia juga mengirimkan sms, dan ia tak menggunakan kata 'mangkat', melainkan modom (tidur) untuk mantan presiden indonesia itu. begitu berkesan agaknya perihal keberpulangan soeharto dan perbincangan sms kami mengenai hal itu, sehingga ia menuangkannya dalam tulisan di blognya.
beberapa minggu sebelum 'kepergiannya' ia mengirimkan komentar di blog ini menginformasikan perubahan tempat dirinya memposting sesuatu mengenai sigumonrong. betapa menyesalnya saya agak mengabaikan posting itu. dan telah agak lama pula kami tidak saling berkomunikasi. padahal.......banyak bahkan superbanyak yang seharusnya saya tanyakan.
ada sedih, mengantarkan kepergiannya, karena banyak pekerjaan yang seharusnya mendapatkan kemurahan hatinya, jadi terbengkalai. termasuk upaya menerjemahkan blog-nya yang dituliskannya dalam bahasa simalungun. juga kepada saya pernah dikirimkannya naskah catatan perjalanan pdt j.w. saragih, diketik dengan mesin ketik, dalam bahasa simalungun pula. kami pernah seakan 'berlomba' siapa yang akan lebih dulu mencapai finish menerjemahkannya ke dalam bahasa indonesia. tetapi perlombaan itu agaknya akan terhenti. dan saya sampai sekarang belum juga menyentuh sedikit pun naskah itu.
berkecil hati, karena saya yang mengaku-ngaku sebagai muridnya, ternyata sangat terlambat mengetahui 'kepergiannya'. dan tak ada pula tergerak untuk memberi kabar secuil pun. kadang-kadang teknologi informasi dan komunikasi memiliki paradoksnya sendiri. konon ketika gedung wtc pencakar langit di amerika sono rontok ditabrak pesawat para teroris, sebagian besar orang indonesia lah yang lebih dulu tahu lewat tayangan cnn, ketimbang orang-orang di amerika, apalagi di eropa.
tapi tetap ada penyesalan. kenapa diri ini tak menyempatkan diri mengirimkan sms pada hari-hari terakhirnya? sekadar bertanya apa kabar? menanyakan apa pendapatnya tentang kampanye pileg dan pilpres? atau ini justru pertanda. agar kita makin lapang dan makin terbiasa jauh darinya. sebab, makin lama kita sudah didewasakan oleh pelajaran-pelajaran darinya?
ketika ia merayakan hari ulang tahunnya tahun lalu, ia menulis sesuatu tentang liturgi perayaan ulang tahun itu di blognya. dan kata dia, dirinya menangis. terharu mengingat semua yang baik yang telah ia terima dari orang tuanya semasa mereka hidup. dan itu jadi salah satu alasan penting untuk bersyukur dalam perayaan ulang tahun itu.
kini om mansen mungkin menangis juga. tetapi menangis bahagia. ia mungkin telah bertemu kepada orang-orang yang dulu melahirkan dan membesarkannya sehingga ia jadi tokoh yang dihormati. lebih utama lagi, ia telah bertemu dengan sang maha agung. yang mencipta segala kehidupan ini.
selamat jalan om mansen......
e.e. siadari
tulisan lain yang berkaitan dengan om mansen purba bisa di klik
di sini,